Musculoskeletal Disorders (MSDs)
Definisi MSDs
Musculoskeletal disorders (MSDs) atau
gangguan otot rangka merupakan kerusakan pada otot, saraf, tendon,
ligament, persendian, kartilago, dan discus invertebralis. Kerusakan pada otot
dapat berupa ketegangan otot, inflamasi, dan degenerasi. Sedangkan kerusakan
pada tulang dapat berupa memar, mikro faktur, patah, atau terpelintir. MSDs terjadi
dengan dua cara:
1. Kelelahan dan
keletihan terus menerus yang disebabkan oleh frekuensi atau periode waktu yang
lama dari usaha otot, dihubungkan dengan pengulangan atau usaha yang terus
menerus dari bagian tubuh yang sama meliputi posisi tubuh yang statis;
2. Kerusakan tiba-tiba
yang disebabkan oleh aktivitas yang sangat kuat/berat atau pergerakan yang tak
terduga.
Frekuensi yang lebih sering terjadi MSDs
adalah pada area tangan, bahu, dan punggung. Aktivitas yang menjadi penyebab
terjadinya MSDs yaitu penanganan bahan dengan punggung yang
membungkuk atau memutar, membawa ke tempat yang jauh (aktivitas mendorong dan
menarik), posisi kerja yang statik dengan punggung membungkuk atau terus
menerus dan duduk atau berdiri tiba-tiba, mengemudikan kendaraan dalam waktu
yang lama (getaran seluruh tubuh), pengulangan atau gerakan tiba-tiba meliputi
memegang dengan atau tanpa kekuatan besar.
Faktor Risiko MusculoSkeletal
Disorders
Faktor Pekerjaan
Faktor risiko pekerjaan adalah
karakteristik pekerjaan yang dapat meningkatkan risiko cedera pada sistem otot
rangka. Faktor risiko ergonomic adalah sifat/karakteristik pekerja atau
lingkungan kerja yang dapat meningkatkan kemungkinan pekerja menderita gejala MSDs
(LaDao,2004). Ada beberapa faktor yang terbukti berkontribusi menyebabkan MSDs
yaitu pekerjaan yang dilakukan dengan postur tubuh saat bekerja, beban,
gerakan repetitive/frekuensi, durasi, dan genggaman.
Postur Kerja
Postur tubuh adalah posisi relatif dari
bagian tubuh tertentu. Bridger (1995) menyatakan bahwa postur didefinisikan
sebagai orientasi rata-rata bagian tubuh dengan memperhatikan satu sama lain
antara bagian tubuh yang lain. Postur dan pergerakan memegang peranan penting
dalam ergonomi. Posisi tubuh yang menyimpang secara signifikan terhadap posisi
normal saat melakukan pekerjaan dapat menyebabkan stress mekanik lokal pada
otot, ligamen, dan persendian. Hal ini mengakibatkan cedera pada leher, tulang
belakang, bahu, pergelangan tangan, dan lain-lain. Namun di lain hal, meskipun
postur terlihat nyaman dalam bekerja, dapat berisiko juga jika mereka bekerja
dalam jangka waktu yang lama.
Pekerjaan yang dikerjakan dengan duduk
dan berdiri, seperti pada pekerja kantoran dapat mengakibatkan masalah pada
punggung, leher dan bahu serta terjadi penumpukan darah di kaki jika kehilangan
kontrol yang tepat.
Secara alamiah postur tubuh dapat
terbagi menjadi:
a. Statis
Pada postur statis persendian tidak
bergerak, dan beban yang ada adalah beban statis. Dengan keadaan statis suplai
nutrisi kebagian tubuh akan terganggu begitupula dengan suplai oksigen dan
proses metabolisme pembuangan tubuh. Sebagai contoh pekerjaan statis berupa
duduk terus menerus, akan menyebabkan gangguan pada tulang belakang manusia.
Posisi tubuh yang senantiasa berada pada posisi yang sama dari waktu kewaktu
secara alamiah akan membuat bagian tubuh tersebut stress.
b. Dinamis
Posisi yang paling nyaman bagi tubuh
adalah posisi netral. Pekerjaan yang dilakukan secara dinamis menjadi berbahaya
ketika tubuh melakukan pergerakan yang terlalu ekstreme sehingga energi yang
dikeluarkan oleh otot menjadi sangat besar. Atau tubuh menahan beban yang cukup
besar sehingga timbul hentakan tenaga yang tiba-tiba dan hal tersebut dapat
menimbulkan cedera (Aryanto, 2008).
Beban atau Tenaga (Force)
Beban dapat diartikan sebagai muatan
(berat) dan kekuatan pada struktur tubuh. Satuan beban dinyatakan dalam newton
atau pounds, atau dinyatakan sebagai sebuah proporsi dari kapasitas kekuatan
individu (NIOSH, 1997). Pekerja yang melakukan aktivitas mengangkat barang yang
berat memiliki kesempatan 8 kali lebih besar untuk mengalami low back pain dibandingkan
pekerja yang bekerja statis. Penelitian lain membuktikan bahwa hernia diskus
lebih sering terjadi pada pekerja yang mengangkat barang berat dengan postur
membungkuk dan berputar (Levy dan Wegman, 2000).
Dalam berbagai penelitian dibuktikan
cedera berhubungan dengan tekanan pada tulang akibat membawa beban. Semakin
berat benda yang dibawa semakin besar tenaga yang menekan otot untuk
menstabilkan tulang belakang dan menghasilkan tekanan yang lebih besar pada
bagian tulang belakang. Pembebanan fisik yang dibenarkan adalah pembebanan yang
tidak melebihi 30-
40% dari kemampuan kerja maksimum tenaga
kerja dalam 8 jam sehari dengan memperhatikan peraturan jam kerja yang
berlaku.semakin berat beban maka semakin singkat pekerjaan.(Suma’mur, 1989).
Durasi (Duration)
Durasi adalah lamanya pajanan dari
faktor risiko. Durasi selama bekerja akan berpengaruh terhadap tingkat
kelelahan. Kelelahan akan menurunkan kinerja, kenyamanan dan konsentrasi sehingga
dapat menyebabkan kecelakaan kerja. Durasi manual handling yang lebih
besar dari 45 menit dalam 1 jam kerja adalah buruk dan melebihi kapasitas fisik
pekerja. Selain itu, ada pula yang menyebut durasi manual handling yang
berisiko adalah > 10 detik (Humantech, 1995). Sedangkan dalam REBA, aktivitas
yang berisiko adalah 1 menit jika ada satu atau lebih bagian tubuh yang statis.
Suma’mur (1989) mengungkapkan bahwa
durasi berkaitan dengan keadaan fisik tubuhpekerja. Pekerjaan fisik yang berat
akan mempengaruhi kerja otot, kardiovaskular, system pernapasan dan lainnya.
Jika pekerjaan berlangsung dalam waktu yang lama tanpa istirahat, kemampuan
tubuh akan menurun dan dapat menyebabkan kesakitan pada anggota tubuh. Durasi
atau lamanya waktu bekerja dibagi menjadi durasi singkat yaitu kurang dari 1
jam/hari, durasi sedang yaitu antara 1-2 jam/hari dan durasi lama yaitu lebih
dari 2 jam/hari.
Pekerjaan Berulang (Frequency)
Frekuensi dapat diartikan sebagai
banyaknya gerakan yang dilakukan dalam suatu periode waktu. Jika aktivitas
pekerjaan dilakukan secara berulang, maka dapat disebut sebagai repetitive.
Gerakan repetitif dalam pekerjaan, dapat dikarakteristikan baik sebagai
kecepatan pergerakan tubuh, atau dapat di perluas sebagai gerakan yang dilakukan
secara berulang tanpa adanya variasi gerakan.
Bridger (1995) menyatakan bahwa
aktivitas berulang, pergerakan yang cepat dan membawa beban yang berat dapat
menstimulasikan saraf reseptor mengalami sakit. Frekuensi terjadinya sikap
tubuh yang salah terkait dengan beberapa kali terjadi repetitive motion dalam
melakukan suatu pekerjaan. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan
akibat beban kerja terus menerus tanpa memperolah kesempatan untuk relaksasi.
Dalam Humantech (1995), posisi tangan dan pergelangan tangan berisiko
apabila dilakukan gerakan berulang/frekuensi sebanyak 30 kali dalm semenit dan
sebanyak 2 kali per menit untuk anggota tubuh seperti bahu, leher, punggung dan
kaki.
Gerakan lengan dan tangan yang dilakukan
secara berulang-ulang terutama pada saat bekerja mempunyai risiko bahaya yang
tinggi terhadap timbulnya CTDs. Tingkat risiko akan bertambah jika pekerjaan
dilakukan dengan tenaga besar, dalam waktu yang sangat cepat dan waktu
pemulihan kurang.
Beberapa studi telah dilakukan yang
memberikan indikasi tingkat bahaya dari pekerjaan dengan tangan. Silvertein
(1987) mendefinisikan pekerjaan berulang sebagai salah satu dengan waktu
putaran kurang dari 30 detik atau lebih dari 50% waktu putaran disimpan untuk menampilkan
aksi pokok yang sama. Penggunaan definisi ini, hubungan yang signifikan
ditemukan antara kegiatan berulang-ulang (repetitiveness) dan keberadaan
CTD. Luopajarvi (1997) membandingkan prevalensi tenosynovitis dan penyakit
lainnya pada pekerja perakitan. Pekerja perakitan dikarakteristikan dengan gerakan
tangan yang berulang-ulang, dengan jari dan tangan secara tetap menangani mesin,
lebih dari 25.000 gerakan tangan setiap hari kerja. Penelitian menemukan secara
statistic hubungan yang signifikan (p<0,001) anatara pekerja perakitan dan
keberadaan sindrom otot-tendon dan CTD. Kenyataannya, 56% dari pekerja
perakitan menderita penyakit pada lengan bawah dan atau pergelangan tangan,
dibandingkan dengan kelompok control hanya 14%. Studi ini menyarankan bahwa
gerakan tangan sebanyak 25.000 atau lebih untuk tiap hari kerja (kira-kira 50
gerakan tangan per menit) berkontribusi terhadap perkembangan CTD.
Lain halnya dalam penelitian Lie T
Merijanti S (2005) yang meniliti mengenai gerakan repetitive berulang terhadap
risiko terjadinya sindrom terowongan karpal pada pekerja wanita di pabrik
pengolahan makanan. Penelitian tersebut mengkategorikan jumlah gerakan
repetitif tangan/jam kedalam 3 katagori, yaitu repetitif rendah bila jumlah
gerakan <1000/jam, repetitif sedang bila jumlah gerakan 1000–1200/jam dan repetitive
tinggi bila jumlah gerakan >1200/jam.
Genggaman
Terjadinya tekanan langsung pada
jaringan otot yang lunak. Sebagai contoh, pada saat tangan harus memegang alat,
maka jaringan otot tangan yang lunak akan menerima tekanan langsung dari
pegangan alat, dan apabila hal ini sering terjadi, dapat menyebabkan rasa nyeri
otot yang menetap (Tarwaka et al, 2004). Menurut Suma’mur (1989) memegang
diusahakan dengan tangan penuh dan memegang dengan hanya beberapa jari yang
dapat menyebabkan ketegangan statis lokal pada jari tersebut harus dihindarkan.
Faktor Individu
1.
Umur
Riihimaki et al. (1989) dalam
Tarwaka (2004) menjelaskan bahwa umur berhubungan dengan keluhan pada otot.
Chaffin (1979) dan Guo et al. (1995) dalam Tarwaka (2004) menyatkan
bahwa pada umumnya keluhan musculoskeletal mulai dirasakan pada usia
kerja, yaitu antara 25-65 tahun. Keluhan pertama biasa dirasakan pada usia 35
tahun dan akan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya umur. Jadi semakin
tua umurnya semakin besar risiko terjadinya gangguan MSDs.
Selain itu, penelitian lain dalam Hadler
(2005) pada pekerja di Swedia menunjukkan hasil bahwa sekitar 70% di antara yang
mengalami keluhan pada punggung berusia antara 35-40 tahun. Hal ini terjadi
karena pada umur setengah baya, kekuatan dan ketahanan otot mulai menurun. Pada
saat kekuatan dan ketahanan otot menurun, maka risiko terjadinya keluhan
semakin meningkat. Pada penelitian Hanne dan kawan-kawan (1995) pada pekerja
perusahaan kayu dan furniture, diketahui bahwa LBP berhubungan dengan usia dan
masa kerja yang lebih lama
Masa Kerja
Masa kerja merupakan faktor risiko dari
suatu pekerja yang terkait dengan lama bekerja. Dapat berupa masa kerja dalam
suatu perusahaan dan masa kerja dalam suatu unit produksi. Masa kerja merupakan
faktor risiko yang sangat mempengaruhi seorang pekerja untuk meningkatkan
risiko terjadinya musculoskeletal disorders, terutama untuk jenis
pekerjaan yang menggunakan kekuatan kerja yang tinggi. Riihimaki et al. (1989) menjelaskan
bahwa masa kerja mempunyai hubungan yang kuat dengan keluhan otot. Pada
penelitian Hanne dan kawan-kawan (1995) pada pekerja perusahaan kayu dan
furniture, diketahui bahwa LBP berhubungan dengan usia dan masa kerja yang
lebih lama.
Jenis Kelamin
Secara fisiologis, kemampuan otot wanita
lebih rendah dibanding pria. Astrand dan Rodahl (1977) dalam Tarwaka (2004)
menjelaskan bahwa kekuatan otot wanita hanya sekitar dua pertiga dari kekuatan
otot pria sehingga daya tahan otot pria lebih tinggi dibandingkan otot wanita. Tarwaka
(2004) juga mencatat hasil penelitiannya lainnya oleh Chiang et al. (1993),
Bernard et al. (1994), Hales et al. (1994) dan Johansen (1994) yang menunjukkan
bahwa perbandingan keluhan otot antara pria dan wanita adalah 1:3.
Kebiasaan merokok
Setiap rokok/cerutu mengandung lebih
dari 4.000 jenis bahan kimia, dimana 400 dari bahan-bahan tersebut dapat
meracuni dan 40 dari bahan tersebut dapat menyebabkan kanker. Zat berbahaya
didalam rokok diantaranya adalah nikotin Efek nikotin menyebabkan perangsangan
terhadap hormon kathekolamin (adrenalin) yang bersifat memacu jantung dan
tekanan darah. Jantung tidak diberikan kesempatan istirahat dan tekanan darah
akan semakin meninggi, berakibat timbulnya hipertensi.
Selain itu juga terdapat zat karbot mono
oksida, tar, DDT, cadmium, formaldehyd, arsenic, hydrogen cyanidhe,
naphthalene, polonium-210 dan vinyl chloride serta zat berbahaya lainnya.
Faktor Lingkungan
1.
Getaran
Getaran ini terjadi ketika spesifik
bagian dari tubuh atau seluruh tubuh kontak dengan benda yang bergetar seperti
menggunakan power handtool dan pengoperasian forklift saat
mengangkat beban. Getaran juga dapat menyebabkan kontraksi otot meningkat yang
menyebabkan peredaran darah tidak lancar, sehingga terjadi peningkatan timbunan
asam laktat yang dapat menimbulkan rasa nyeri.
Vibrasi secara sederhana dapat
didefinisikan sebagai gerakan ditimbulkan tubuh terhadap titik tertentu.
Vibrasi yang ditimbulkan oleh mesin biasanya sangat komplek tapi regular.
Vibrasi memiliki 2 parameter yaitu: kecepatan dan intensitas (Oborne, 1995). Vibrasi
dengan frekuensi 4-8 hz (frekuensi natural dari trunk) dapat menimbulkan
efek nyeri, khususnya untuk bagian tubuh dada, bahkan menyebabkan kesulitan
bernafas. Pada frekuensi 10-20 Hz dapat menyebabkan sakit kepala dan tegangan
mata, sedangkan pada frekuensi 4-10Hz akan menimbulkan nyeri pada abdominal.
Komplain akan sakit punggung biasanya terjadi jika terdapat getaran 8-12 Hz
(Pulat, 1992).
2.
Suhu
Pajanan pada udara dingin, aliran udara,
peralatan sirkulasi udara dan alat-alat pendingin dapat mengurangi keterampilan
tangan dan merusak daya sentuh. penggunaan otot yang berlebihan untuk memegang
alat kerja dapat menurunkan resiko ergonomi. Beda suhu lingkungan dengan suhu
tubuh mengakibatkan sebagian energi di dalam tubuh dihabiskan untuk mengadaptasikan
suhu tubuh terhadap lingkungan. Apabila tidak disertai pasokan energi yang
cukup akan terjadi kekurangan suplai energi ke otot (Tarwaka, 2004).
Berdasarkan rekomendasi NIOSH (1984)
tentang kriteria suhu nyaman, suhu udara dalam ruang yang dapat diterima adalah
berkisar antara 20-24 ºC (untuk musim dingin) dan 23-26 ºC (untuk musim panas)
pada kelembapan 35-65%. Rata-rata gerakan udara dalam ruang yang ditempati
tidak melebihi 0.15 m/det untuk musim dingin dan 0.25 m/det untuk musim panas.
Kecepatan udara di bawah 0.07 m/det akan memberikan rasa tidak enak di badan
dan rasa tidak nyaman. Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa pada temperature
27-30 ºC, maka performa kerja dalam pekerjaan fisik akan menurun (Pulat, 1992).
3.
Pencahayaan
Pencahayaan
akan mempengaruhi ketelitian dan performa kerja. Bekerja dalam kondisi cahaya
yang buruk, akan membuat tubuh beradaptasi untuk mendekati cahaya. Jika hal
tersebut terjadi dalam waktu yang lama meningkatkan tekanan pada otot bagian atas
tubuh (Bridger, 1995). Pencahayaan yang inadekuat dapat merusak salah satu
fungsi organ tubuh. Hal ini berkaitan dengan tingkat pekerjaan yang membutuhkan
tingkat ketilitian yang tinggi atau tidak. Bila pencahayaan yang inadekuat pada
ruangan kerja akan menyebabkan postur leher lebih condong kedepan (fleksi)
begitupun dengn postur tubuh, postur seperti ini dapat menambah risiko MSDs.
4.
Faktor Psikososial
Faktor psikososial yaitu kepuasan kerja,
stress mental, organisasi kerja (shift kerja, waktu istirahat, dll)
(Dinardi, 1997). Organisasi kerja didefinisikan sebagai distribusi dari
tugas kerja tiap waktu dan diantara para pekerja, durasi dari tugas kerja dan
durasi serta distribusi dari periode istirahat. Durasi kerja dan periode
istirahat memiliki pengaruh pada kelelahan jaringan dan pemulihan. Studi
khusus pada pengaruh organisasi kerja pada gangguan leher telah
dilakukan. Ditemukan bahwa kerja VDU yang melebihi empat jam per hari
berhubungan dengan gejala pada leher (Riihimaki, 1998).
Bernard et al (1997) menyatakan bahwa
walaupun banyak penelitian yang menunjukkan MSDs dipengaruhi oleh faktor
psikososial tetapi umumnya memiliki kekuatan yang lemah. Pernyataan Bernard
tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Kerr et al (2001)
menunjukkan bahwa faktor psikososial menyebabkan terjadinya MSDs tetapi
memiliki hubungan yang lemah.
Gangguan Kesehatan Pada Muculoskeletal
Tiap Bagian Tubuh
Cidera Pada Tangan
Cidera pada bagian tangan, pergelangan
tangan dan siku bisa disebabkan dari pekerjaan tangan yang intensif sehingga
memungkinkan terjadinya postur janggal pada tangan dengan durasi yang lama,
pergerakan yang berulang/repetitif, dan tekanan dari peralatan/ material kerja.
Sembilan belas studi menyatakan bahwa pekerjaan repetitive berpengaruh pada
cidera pada tangan dan pergelangan tangan misalnya CTS (Bernard et al, 1997).
Penelitian dari Chiang (1993) pada tiga grup pekerjaan menyimpulkan bahwa prevalensi
CTS ditemukan sebbesar 14,5% sebagai gejala awal dari pergerakan repetitive
yang dilakukan pekerja. (Bernard et al; NIOSH, 1997).
a. Tendinitis
Merupakan
peradangan pada tendon, adanya struktur ikatan yang melekat pada masing-masing
bagian ujung dari otot ke tulang. Keadaan tersebut akan semakin berkembang
ketika tendon terus menerus digunakan untuk mengerjakan hal-hal yang tidak
biasa seperti tekanan yang kuat pada tangan, membengkokkan pergelangan tangan
selama bekerja, atau menggerakkan pergelangan tangan secara berulang. Jika
ketegangan otot tangan ini terus berlangsung, akan menyebabkan tendinitis.
Gejala yang dirasakan antara lain Pegal, sakit pada bagian tertentu khususnya
ketika bergerak aktif seperti pada siku dan lutut yang disertai dengan
pembengkakan. Kemerah-merahan, terasa terbakar, sakit dan membengkak ketika
bagian tubuh tersebut beristirahat. Pekerjaan yang berpotensi antatra lain
adalah Industri perakitan automobile, pengemasan makanan, juru tulis,
sales, manufaktur
b.
Carpal Tunnel Syndrome (CTS). CTS dapat
menyebabkan sulitnya seseorang menggenggam sesuatu pada tangannya. CTS
merupakan Gangguan tekanan/ pemampatan pada syaraf yang mempengaruhi syaraf
tengah, salah satu dari tiga syaraf yang menyuplai tangan dengan kemampuan
sensorik dan motorik. CTS pada pergelangan tangan merupakan terowongan yang
terbentuk oleh carpal tulang pada tiga sisi dan ligamen yang melintanginya.
Gejalanya antara lain Gatal dan mati rasa pada jari khususnya di malam hari,
sakit seperti terbakar,
mati
rasa yang menyakitkan, sensasi bengkak yang tidak terlihat, melemahnya sensasi
genggaman karena hilangnya fungsi syaraf sensorik. Faktor risiko yang dapat
menyebabkan CTS Manual handling, postur, getaran, repetisi, force/
gaya yang membutuhkan peregangan, frekuensi, durasi, suhu. Pekerjaaan yang berpotensi
adalah pekerjaan Mengetik dan proses pemasukan data, kegiatan manufaktur,
perakitan, penjahit dan pengepakan/ pembungkusan.
c.
Trigger finger. Tekanan yang berulang pada
jari-jari (pada saat menggunakan alat kerja yang memiliki pelatuk) dimana
menekan tendon secara terus menerus hingga ke jari-jari dan mengakibtakan rasa
sakit dan tidak nyaman pada bagian jari-jari.
d.
Epicondylitis. Merupakan rasa nyeri atau sakit pada
bagian siku. Rasa sakit ini berhubungan dengan perputaran ekstrim pada lengan
bawah dan pembengkokan pada pergelangan tangan. Kondisi ini juga biasa disebut tennis
elbow atau golfer’s elbbow.
e.
Hand-Arm Vibration Syndrome (HAVS). Gangguan
pada pembuluh darah dan syaraf pada jari yang disebabkan oleh getaran alat atau
bagian / permukaan benda yang bergetar dan menyebar langsung ke tangan. Dikenal
juga sebagai getaran yang menyebabkan white finger, traumatic vasospastic
diseases atau fenomena Raynaud’s kedua. Gejala dari HAVS adalah Mati
rasa, gatal-gatal, dan putih pucat pada jari, lebih lanjut dapat menyebabkan
berkurangnya sensitivitas terhadap panas dan dingin. Gejala biasanya muncul
dalam keadaan dingin. Faktor yang berisiko menyebabkan HAVS diantaranya adalah
Getaran, durasi, frekuensi, intensitas getaran, suhu dingin. Pekerjaan yang
birisiko adalah Pekerjaan konstruksi, petani atau pekerja lapangang, perusahaan
automobil dan supir truk, penjahit, pengebor, pekerjaan memalu, gerinda,
penyangga, atau penggosok lantai.
Cidera Pada Bahu dan Leher
Pekerjaan dengan melibatkan bahu
memiliki kemungkinan yang besar dalam penyebabkan cidera pada bagian tubuh
tersebut. Beberapa postur bahu seperti merentang lebih dari 45° atau mengangkat
bahu ke atas melebihi tinggi kepala. Durasi yang lama dan gerakan yang berulang
juga mempengaruhi kesakitan pada bahu. Terdapat hubungan yang positif antara
pekerjaan repetitif dan MSDs pada bahu dan leher, studi lainnya menyatakan
bahwa kejadian cidera bahu juga disebabkan karena eksposur dengan postur janggal
dan beban yang diangkat (Bernard et al, 1997).
Bursitis. Peradangan (pembengkakan)
atau iritasi yang terjadi pada jaringan ikat
yang berada pada sekitar persendian.
Penyakit ini akibat posisi bahu yang
janggal seperti mengangkat bahu di atas
kepala dan bekerja dalam waktu yang
lama.
Gambar 2.6 Posisi Kerja yang Berisiko
Pada Bahu
(Sumber: NIOSH, 2007)
Tension Neck Syndrome. Gejala
ini terjadi pada leher yang mengalami
ketegangan pada otot-ototnya disebabkan
postur leher menengadah ke atas dalam
waktu yang lama. Sindroma ini
mengakibatkan kekakuan pada otot leher, kejang
otot,
dan rasa sakit yang menyebar ke bagian leher.
Cidera Pada Punggung dan Lutut
Di beberapa jenis pekerjaan, dibutuhkan
pekerjaan lantai atau mengangkat beban yang menyebabkan postur punggung tidak
netral. Posisi berlutut, membungkuk, atau jongkok bisa menyebabkan sakit pada
punggung bagian bawah atau pada lutut, jika dilakukan dalam waktu yang lama dan
kontinyu mengakibatkan masalah yang serius pada otot dan sendi (NIOSH,
2007). Menurut Ablett (2001) dalam Santoso (2004), terdapat 80% orang
dewasa mengalami nyeri pada bagian tubuh belakang (back pain) karena
berbagai sebab dan kejadian back pain ini mengakibatkan 40% orang tidak masuk
kerja.
1. Low Back Pain.
Kondisi patologis yang mempengaruhi
tulang, tendon, syaraf, ligamen, intervertebral disc dari lumbar
spine (tulang belakang). Cidera pada punggung dikarenakan otot-otot tulang
belakang mengalami peregangan jika postur punggung membungkuk. Diskus (discs)
mengalami tekanan yang kuat dan menekan juga bagian dari tulang belakang
termasuk syaraf. Apabila postur membungkuk ini berlangsung terus menerus, maka
diskus akan melemah yang pada akhirnya menyebabkan putusnya diskus (disc
rupture) atau biasa disebut herniation. Gejala yang dirasakan adalah
Sakit di bagian tertentu yang dapat mengurangi tingkat pergerakan tulang
belakang yang ditandai oleh kejang otot. Sakit daritingkat menengah sampai yang
parah dan menjalar sampai ke kaki. Sulit berjalan normal dan pergerakan tulang
belakang menjadi berkurang. Sakit ketika mengendarai mobil, batuk atau
mengganti posisi.
Faktor risiko yang dapat menimbulkan LBP
adalah Pekerjaan manual yang berat, postur janggal, force/ gaya,beban
objek,getaran, repetisi, dan ketidakpuasan terhadap pekerjaan. Pekerjaan yang
berisiko antara lain Pekerja lapangan atau bukan lapangan, pelayan,
operator,tekhnisian dan manajernya, profesional, sales, pekerjaan yang berhubungan
dengan tulis-menulis dan pengetikan, supir truk, pekerjaan manual handling,
penjahit dan perawat.
2. Penyakit musculoskeletal
Yang terdapat di bagian lutut berkaitan
dengan tekanan pada cairan di antara tulang dan tendon. Tekanan yang
berlangsung terus menerus akan mengakibatkan cairan tersebut (bursa)
tertekan, membengkak, kaku, dan meradang atau biasa disebut bursitis. Tekanan
dari luar ini juga menyebabkan tendon pada lutut meradang yang akhirnya
menyebabkan sakit (tendinitis).