Jumat, 20 Desember 2013

Musculoskeletal Disorders (MSDs)

Definisi MSDs
Musculoskeletal disorders (MSDs) atau gangguan otot rangka merupakan kerusakan  pada otot, saraf, tendon, ligament, persendian, kartilago, dan discus invertebralis. Kerusakan pada otot dapat berupa ketegangan otot, inflamasi, dan degenerasi. Sedangkan kerusakan pada tulang dapat berupa memar, mikro faktur, patah, atau terpelintir. MSDs terjadi dengan dua cara:
1.  Kelelahan dan keletihan terus menerus yang disebabkan oleh frekuensi atau periode waktu yang lama dari usaha otot, dihubungkan dengan pengulangan atau usaha yang terus menerus dari bagian tubuh yang sama meliputi posisi tubuh yang statis;
2.  Kerusakan tiba-tiba yang disebabkan oleh aktivitas yang sangat kuat/berat atau pergerakan yang tak terduga.
Frekuensi yang lebih sering terjadi MSDs adalah pada area tangan, bahu, dan punggung. Aktivitas yang menjadi penyebab terjadinya MSDs yaitu penanganan bahan dengan punggung yang membungkuk atau memutar, membawa ke tempat yang jauh (aktivitas mendorong dan menarik), posisi kerja yang statik dengan punggung membungkuk atau terus menerus dan duduk atau berdiri tiba-tiba, mengemudikan kendaraan dalam waktu yang lama (getaran seluruh tubuh), pengulangan atau gerakan tiba-tiba meliputi memegang dengan atau tanpa kekuatan besar.

Faktor Risiko MusculoSkeletal Disorders
Faktor Pekerjaan
Faktor risiko pekerjaan adalah karakteristik pekerjaan yang dapat meningkatkan risiko cedera pada sistem otot rangka. Faktor risiko ergonomic adalah sifat/karakteristik pekerja atau lingkungan kerja yang dapat meningkatkan kemungkinan pekerja menderita gejala MSDs (LaDao,2004). Ada beberapa faktor yang terbukti berkontribusi menyebabkan MSDs yaitu pekerjaan yang dilakukan dengan postur tubuh saat bekerja, beban, gerakan repetitive/frekuensi, durasi, dan genggaman.
Postur Kerja
Postur tubuh adalah posisi relatif dari bagian tubuh tertentu. Bridger (1995) menyatakan bahwa postur didefinisikan sebagai orientasi rata-rata bagian tubuh dengan memperhatikan satu sama lain antara bagian tubuh yang lain. Postur dan pergerakan memegang peranan penting dalam ergonomi. Posisi tubuh yang menyimpang secara signifikan terhadap posisi normal saat melakukan pekerjaan dapat menyebabkan stress mekanik lokal pada otot, ligamen, dan persendian. Hal ini mengakibatkan cedera pada leher, tulang belakang, bahu, pergelangan tangan, dan lain-lain. Namun di lain hal, meskipun postur terlihat nyaman dalam bekerja, dapat berisiko juga jika mereka bekerja dalam jangka waktu yang lama.
Pekerjaan yang dikerjakan dengan duduk dan berdiri, seperti pada pekerja kantoran dapat mengakibatkan masalah pada punggung, leher dan bahu serta terjadi penumpukan darah di kaki jika kehilangan kontrol yang tepat.
Secara alamiah postur tubuh dapat terbagi menjadi:
a. Statis
Pada postur statis persendian tidak bergerak, dan beban yang ada adalah beban statis. Dengan keadaan statis suplai nutrisi kebagian tubuh akan terganggu begitupula dengan suplai oksigen dan proses metabolisme pembuangan tubuh. Sebagai contoh pekerjaan statis berupa duduk terus menerus, akan menyebabkan gangguan pada tulang belakang manusia. Posisi tubuh yang senantiasa berada pada posisi yang sama dari waktu kewaktu secara alamiah akan membuat bagian tubuh tersebut stress.
b. Dinamis
Posisi yang paling nyaman bagi tubuh adalah posisi netral. Pekerjaan yang dilakukan secara dinamis menjadi berbahaya ketika tubuh melakukan pergerakan yang terlalu ekstreme sehingga energi yang dikeluarkan oleh otot menjadi sangat besar. Atau tubuh menahan beban yang cukup besar sehingga timbul hentakan tenaga yang tiba-tiba dan hal tersebut dapat menimbulkan cedera (Aryanto, 2008).
Beban atau Tenaga (Force)
Beban dapat diartikan sebagai muatan (berat) dan kekuatan pada struktur tubuh. Satuan beban dinyatakan dalam newton atau pounds, atau dinyatakan sebagai sebuah proporsi dari kapasitas kekuatan individu (NIOSH, 1997). Pekerja yang melakukan aktivitas mengangkat barang yang berat memiliki kesempatan 8 kali lebih besar untuk mengalami low back pain dibandingkan pekerja yang bekerja statis. Penelitian lain membuktikan bahwa hernia diskus lebih sering terjadi pada pekerja yang mengangkat barang berat dengan postur membungkuk dan berputar (Levy dan Wegman, 2000).
Dalam berbagai penelitian dibuktikan cedera berhubungan dengan tekanan pada tulang akibat membawa beban. Semakin berat benda yang dibawa semakin besar tenaga yang menekan otot untuk menstabilkan tulang belakang dan menghasilkan tekanan yang lebih besar pada bagian tulang belakang. Pembebanan fisik yang dibenarkan adalah pembebanan yang tidak melebihi 30-
40% dari kemampuan kerja maksimum tenaga kerja dalam 8 jam sehari dengan memperhatikan peraturan jam kerja yang berlaku.semakin berat beban maka semakin singkat pekerjaan.(Suma’mur, 1989).
Durasi (Duration)
Durasi adalah lamanya pajanan dari faktor risiko. Durasi selama bekerja akan berpengaruh terhadap tingkat kelelahan. Kelelahan akan menurunkan kinerja, kenyamanan dan konsentrasi sehingga dapat menyebabkan kecelakaan kerja. Durasi manual handling yang lebih besar dari 45 menit dalam 1 jam kerja adalah buruk dan melebihi kapasitas fisik pekerja. Selain itu, ada pula yang menyebut durasi manual handling yang berisiko adalah > 10 detik (Humantech, 1995). Sedangkan dalam REBA, aktivitas yang berisiko adalah 1 menit jika ada satu atau lebih bagian tubuh yang statis.
Suma’mur (1989) mengungkapkan bahwa durasi berkaitan dengan keadaan fisik tubuhpekerja. Pekerjaan fisik yang berat akan mempengaruhi kerja otot, kardiovaskular, system pernapasan dan lainnya. Jika pekerjaan berlangsung dalam waktu yang lama tanpa istirahat, kemampuan tubuh akan menurun dan dapat menyebabkan kesakitan pada anggota tubuh. Durasi atau lamanya waktu bekerja dibagi menjadi durasi singkat yaitu kurang dari 1 jam/hari, durasi sedang yaitu antara 1-2 jam/hari dan durasi lama yaitu lebih dari 2 jam/hari.
Pekerjaan Berulang (Frequency)
Frekuensi dapat diartikan sebagai banyaknya gerakan yang dilakukan dalam suatu periode waktu. Jika aktivitas pekerjaan dilakukan secara berulang, maka dapat disebut sebagai repetitive. Gerakan repetitif dalam pekerjaan, dapat dikarakteristikan baik sebagai kecepatan pergerakan tubuh, atau dapat di perluas sebagai gerakan yang dilakukan secara berulang tanpa adanya variasi gerakan.
Bridger (1995) menyatakan bahwa aktivitas berulang, pergerakan yang cepat dan membawa beban yang berat dapat menstimulasikan saraf reseptor mengalami sakit. Frekuensi terjadinya sikap tubuh yang salah terkait dengan beberapa kali terjadi repetitive motion dalam melakukan suatu pekerjaan. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja terus menerus tanpa memperolah kesempatan untuk relaksasi. Dalam Humantech (1995), posisi tangan dan pergelangan tangan berisiko apabila dilakukan gerakan berulang/frekuensi sebanyak 30 kali dalm semenit dan sebanyak 2 kali per menit untuk anggota tubuh seperti bahu, leher, punggung dan kaki.
Gerakan lengan dan tangan yang dilakukan secara berulang-ulang terutama pada saat bekerja mempunyai risiko bahaya yang tinggi terhadap timbulnya CTDs. Tingkat risiko akan bertambah jika pekerjaan dilakukan dengan tenaga besar, dalam waktu yang sangat cepat dan waktu pemulihan kurang.
Beberapa studi telah dilakukan yang memberikan indikasi tingkat bahaya dari pekerjaan dengan tangan. Silvertein (1987) mendefinisikan pekerjaan berulang sebagai salah satu dengan waktu putaran kurang dari 30 detik atau lebih dari 50% waktu putaran disimpan untuk menampilkan aksi pokok yang sama. Penggunaan definisi ini, hubungan yang signifikan ditemukan antara kegiatan berulang-ulang (repetitiveness) dan keberadaan CTD. Luopajarvi (1997) membandingkan prevalensi tenosynovitis dan penyakit lainnya pada pekerja perakitan. Pekerja perakitan dikarakteristikan dengan gerakan tangan yang berulang-ulang, dengan jari dan tangan secara tetap menangani mesin, lebih dari 25.000 gerakan tangan setiap hari kerja. Penelitian menemukan secara statistic hubungan yang signifikan (p<0,001) anatara pekerja perakitan dan keberadaan sindrom otot-tendon dan CTD. Kenyataannya, 56% dari pekerja perakitan menderita penyakit pada lengan bawah dan atau pergelangan tangan, dibandingkan dengan kelompok control hanya 14%. Studi ini menyarankan bahwa gerakan tangan sebanyak 25.000 atau lebih untuk tiap hari kerja (kira-kira 50 gerakan tangan per menit) berkontribusi terhadap perkembangan CTD.
Lain halnya dalam penelitian Lie T Merijanti S (2005) yang meniliti mengenai gerakan repetitive berulang terhadap risiko terjadinya sindrom terowongan karpal pada pekerja wanita di pabrik pengolahan makanan. Penelitian tersebut mengkategorikan jumlah gerakan repetitif tangan/jam kedalam 3 katagori, yaitu repetitif rendah bila jumlah gerakan <1000/jam, repetitif sedang bila jumlah gerakan 1000–1200/jam dan repetitive tinggi bila jumlah gerakan >1200/jam.
Genggaman
Terjadinya tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak. Sebagai contoh, pada saat tangan harus memegang alat, maka jaringan otot tangan yang lunak akan menerima tekanan langsung dari pegangan alat, dan apabila hal ini sering terjadi, dapat menyebabkan rasa nyeri otot yang menetap (Tarwaka et al, 2004). Menurut Suma’mur (1989) memegang diusahakan dengan tangan penuh dan memegang dengan hanya beberapa jari yang dapat menyebabkan ketegangan statis lokal pada jari tersebut harus dihindarkan.
Faktor Individu
1.      Umur
Riihimaki et al. (1989) dalam Tarwaka (2004) menjelaskan bahwa umur berhubungan dengan keluhan pada otot. Chaffin (1979) dan Guo et al. (1995) dalam Tarwaka (2004) menyatkan bahwa pada umumnya keluhan musculoskeletal mulai dirasakan pada usia kerja, yaitu antara 25-65 tahun. Keluhan pertama biasa dirasakan pada usia 35 tahun dan akan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya umur. Jadi semakin tua umurnya semakin besar risiko terjadinya gangguan MSDs.
Selain itu, penelitian lain dalam Hadler (2005) pada pekerja di Swedia menunjukkan hasil bahwa sekitar 70% di antara yang mengalami keluhan pada punggung berusia antara 35-40 tahun. Hal ini terjadi karena pada umur setengah baya, kekuatan dan ketahanan otot mulai menurun. Pada saat kekuatan dan ketahanan otot menurun, maka risiko terjadinya keluhan semakin meningkat. Pada penelitian Hanne dan kawan-kawan (1995) pada pekerja perusahaan kayu dan furniture, diketahui bahwa LBP berhubungan dengan usia dan masa kerja yang lebih lama
Masa Kerja
Masa kerja merupakan faktor risiko dari suatu pekerja yang terkait dengan lama bekerja. Dapat berupa masa kerja dalam suatu perusahaan dan masa kerja dalam suatu unit produksi. Masa kerja merupakan faktor risiko yang sangat mempengaruhi seorang pekerja untuk meningkatkan risiko terjadinya musculoskeletal disorders, terutama untuk jenis pekerjaan yang menggunakan kekuatan kerja yang tinggi. Riihimaki et al. (1989) menjelaskan bahwa masa kerja mempunyai hubungan yang kuat dengan keluhan otot. Pada penelitian Hanne dan kawan-kawan (1995) pada pekerja perusahaan kayu dan furniture, diketahui bahwa LBP berhubungan dengan usia dan masa kerja yang lebih lama.
Jenis Kelamin
Secara fisiologis, kemampuan otot wanita lebih rendah dibanding pria. Astrand dan Rodahl (1977) dalam Tarwaka (2004) menjelaskan bahwa kekuatan otot wanita hanya sekitar dua pertiga dari kekuatan otot pria sehingga daya tahan otot pria lebih tinggi dibandingkan otot wanita. Tarwaka (2004) juga mencatat hasil penelitiannya lainnya oleh Chiang et al. (1993), Bernard et al. (1994), Hales et al. (1994) dan Johansen (1994) yang menunjukkan bahwa perbandingan keluhan otot antara pria dan wanita adalah 1:3.
Kebiasaan merokok
Setiap rokok/cerutu mengandung lebih dari 4.000 jenis bahan kimia, dimana 400 dari bahan-bahan tersebut dapat meracuni dan 40 dari bahan tersebut dapat menyebabkan kanker. Zat berbahaya didalam rokok diantaranya adalah nikotin Efek nikotin menyebabkan perangsangan terhadap hormon kathekolamin (adrenalin) yang bersifat memacu jantung dan tekanan darah. Jantung tidak diberikan kesempatan istirahat dan tekanan darah akan semakin meninggi, berakibat timbulnya hipertensi.
Selain itu juga terdapat zat karbot mono oksida, tar, DDT, cadmium, formaldehyd, arsenic, hydrogen cyanidhe, naphthalene, polonium-210 dan vinyl chloride serta zat berbahaya lainnya.
Faktor Lingkungan
1.      Getaran
Getaran ini terjadi ketika spesifik bagian dari tubuh atau seluruh tubuh kontak dengan benda yang bergetar seperti menggunakan power handtool dan pengoperasian forklift saat mengangkat beban. Getaran juga dapat menyebabkan kontraksi otot meningkat yang menyebabkan peredaran darah tidak lancar, sehingga terjadi peningkatan timbunan asam laktat yang dapat menimbulkan rasa nyeri.
Vibrasi secara sederhana dapat didefinisikan sebagai gerakan ditimbulkan tubuh terhadap titik tertentu. Vibrasi yang ditimbulkan oleh mesin biasanya sangat komplek tapi regular. Vibrasi memiliki 2 parameter yaitu: kecepatan dan intensitas (Oborne, 1995). Vibrasi dengan frekuensi 4-8 hz (frekuensi natural dari trunk) dapat menimbulkan efek nyeri, khususnya untuk bagian tubuh dada, bahkan menyebabkan kesulitan bernafas. Pada frekuensi 10-20 Hz dapat menyebabkan sakit kepala dan tegangan mata, sedangkan pada frekuensi 4-10Hz akan menimbulkan nyeri pada abdominal. Komplain akan sakit punggung biasanya terjadi jika terdapat getaran 8-12 Hz (Pulat, 1992).
2.      Suhu
Pajanan pada udara dingin, aliran udara, peralatan sirkulasi udara dan alat-alat pendingin dapat mengurangi keterampilan tangan dan merusak daya sentuh. penggunaan otot yang berlebihan untuk memegang alat kerja dapat menurunkan resiko ergonomi. Beda suhu lingkungan dengan suhu tubuh mengakibatkan sebagian energi di dalam tubuh dihabiskan untuk mengadaptasikan suhu tubuh terhadap lingkungan. Apabila tidak disertai pasokan energi yang cukup akan terjadi kekurangan suplai energi ke otot (Tarwaka, 2004).
Berdasarkan rekomendasi NIOSH (1984) tentang kriteria suhu nyaman, suhu udara dalam ruang yang dapat diterima adalah berkisar antara 20-24 ºC (untuk musim dingin) dan 23-26 ºC (untuk musim panas) pada kelembapan 35-65%. Rata-rata gerakan udara dalam ruang yang ditempati tidak melebihi 0.15 m/det untuk musim dingin dan 0.25 m/det untuk musim panas. Kecepatan udara di bawah 0.07 m/det akan memberikan rasa tidak enak di badan dan rasa tidak nyaman. Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa pada temperature 27-30 ºC, maka performa kerja dalam pekerjaan fisik akan menurun (Pulat, 1992).
3.      Pencahayaan
Pencahayaan akan mempengaruhi ketelitian dan performa kerja. Bekerja dalam kondisi cahaya yang buruk, akan membuat tubuh beradaptasi untuk mendekati cahaya. Jika hal tersebut terjadi dalam waktu yang lama meningkatkan tekanan pada otot bagian atas tubuh (Bridger, 1995). Pencahayaan yang inadekuat dapat merusak salah satu fungsi organ tubuh. Hal ini berkaitan dengan tingkat pekerjaan yang membutuhkan tingkat ketilitian yang tinggi atau tidak. Bila pencahayaan yang inadekuat pada ruangan kerja akan menyebabkan postur leher lebih condong kedepan (fleksi) begitupun dengn postur tubuh, postur seperti ini dapat menambah risiko MSDs.
4.      Faktor Psikososial
Faktor psikososial yaitu kepuasan kerja, stress mental, organisasi kerja (shift kerja, waktu istirahat, dll) (Dinardi, 1997). Organisasi kerja didefinisikan sebagai distribusi dari tugas kerja tiap waktu dan diantara para pekerja, durasi dari tugas kerja dan durasi serta distribusi dari periode istirahat. Durasi kerja dan periode istirahat memiliki pengaruh pada kelelahan jaringan dan pemulihan. Studi khusus pada pengaruh organisasi kerja pada gangguan leher telah dilakukan. Ditemukan bahwa kerja VDU yang melebihi empat jam per hari berhubungan dengan gejala pada leher (Riihimaki, 1998).
Bernard et al (1997) menyatakan bahwa walaupun banyak penelitian yang menunjukkan MSDs dipengaruhi oleh faktor psikososial tetapi umumnya memiliki kekuatan yang lemah. Pernyataan Bernard tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Kerr et al (2001) menunjukkan bahwa faktor psikososial menyebabkan terjadinya MSDs tetapi memiliki hubungan yang lemah.

Gangguan Kesehatan Pada Muculoskeletal Tiap Bagian Tubuh
Cidera Pada Tangan
Cidera pada bagian tangan, pergelangan tangan dan siku bisa disebabkan dari pekerjaan tangan yang intensif sehingga memungkinkan terjadinya postur janggal pada tangan dengan durasi yang lama, pergerakan yang berulang/repetitif, dan tekanan dari peralatan/ material kerja. Sembilan belas studi menyatakan bahwa pekerjaan repetitive berpengaruh pada cidera pada tangan dan pergelangan tangan misalnya CTS (Bernard et al, 1997). Penelitian dari Chiang (1993) pada tiga grup pekerjaan menyimpulkan bahwa prevalensi CTS ditemukan sebbesar 14,5% sebagai gejala awal dari pergerakan repetitive yang dilakukan pekerja. (Bernard et al; NIOSH, 1997).
a.       Tendinitis
Merupakan peradangan pada tendon, adanya struktur ikatan yang melekat pada masing-masing bagian ujung dari otot ke tulang. Keadaan tersebut akan semakin berkembang ketika tendon terus menerus digunakan untuk mengerjakan hal-hal yang tidak biasa seperti tekanan yang kuat pada tangan, membengkokkan pergelangan tangan selama bekerja, atau menggerakkan pergelangan tangan secara berulang. Jika ketegangan otot tangan ini terus berlangsung, akan menyebabkan tendinitis. Gejala yang dirasakan antara lain Pegal, sakit pada bagian tertentu khususnya ketika bergerak aktif seperti pada siku dan lutut yang disertai dengan pembengkakan. Kemerah-merahan, terasa terbakar, sakit dan membengkak ketika bagian tubuh tersebut beristirahat. Pekerjaan yang berpotensi antatra lain adalah Industri perakitan automobile, pengemasan makanan, juru tulis, sales, manufaktur
b.      Carpal Tunnel Syndrome (CTS). CTS dapat menyebabkan sulitnya seseorang menggenggam sesuatu pada tangannya. CTS merupakan Gangguan tekanan/ pemampatan pada syaraf yang mempengaruhi syaraf tengah, salah satu dari tiga syaraf yang menyuplai tangan dengan kemampuan sensorik dan motorik. CTS pada pergelangan tangan merupakan terowongan yang terbentuk oleh carpal tulang pada tiga sisi dan ligamen yang melintanginya. Gejalanya antara lain Gatal dan mati rasa pada jari khususnya di malam hari, sakit seperti terbakar, mati rasa yang menyakitkan, sensasi bengkak yang tidak terlihat, melemahnya sensasi genggaman karena hilangnya fungsi syaraf sensorik. Faktor risiko yang dapat menyebabkan CTS Manual handling, postur, getaran, repetisi, force/ gaya yang membutuhkan peregangan, frekuensi, durasi, suhu. Pekerjaaan yang berpotensi adalah pekerjaan Mengetik dan proses pemasukan data, kegiatan manufaktur, perakitan, penjahit dan pengepakan/ pembungkusan.
c.       Trigger finger. Tekanan yang berulang pada jari-jari (pada saat menggunakan alat kerja yang memiliki pelatuk) dimana menekan tendon secara terus menerus hingga ke jari-jari dan mengakibtakan rasa sakit dan tidak nyaman pada bagian jari-jari.
d.      Epicondylitis. Merupakan rasa nyeri atau sakit pada bagian siku. Rasa sakit ini berhubungan dengan perputaran ekstrim pada lengan bawah dan pembengkokan pada pergelangan tangan. Kondisi ini juga biasa disebut tennis elbow atau golfer’s elbbow.
e.       Hand-Arm Vibration Syndrome (HAVS). Gangguan pada pembuluh darah dan syaraf pada jari yang disebabkan oleh getaran alat atau bagian / permukaan benda yang bergetar dan menyebar langsung ke tangan. Dikenal juga sebagai getaran yang menyebabkan white finger, traumatic vasospastic diseases atau fenomena Raynaud’s kedua. Gejala dari HAVS adalah Mati rasa, gatal-gatal, dan putih pucat pada jari, lebih lanjut dapat menyebabkan berkurangnya sensitivitas terhadap panas dan dingin. Gejala biasanya muncul dalam keadaan dingin. Faktor yang berisiko menyebabkan HAVS diantaranya adalah Getaran, durasi, frekuensi, intensitas getaran, suhu dingin. Pekerjaan yang birisiko adalah Pekerjaan konstruksi, petani atau pekerja lapangang, perusahaan automobil dan supir truk, penjahit, pengebor, pekerjaan memalu, gerinda, penyangga, atau penggosok lantai.

Cidera Pada Bahu dan Leher
Pekerjaan dengan melibatkan bahu memiliki kemungkinan yang besar dalam penyebabkan cidera pada bagian tubuh tersebut. Beberapa postur bahu seperti merentang lebih dari 45° atau mengangkat bahu ke atas melebihi tinggi kepala. Durasi yang lama dan gerakan yang berulang juga mempengaruhi kesakitan pada bahu. Terdapat hubungan yang positif antara pekerjaan repetitif dan MSDs pada bahu dan leher, studi lainnya menyatakan bahwa kejadian cidera bahu juga disebabkan karena eksposur dengan postur janggal dan beban yang diangkat (Bernard et al, 1997).
Bursitis. Peradangan (pembengkakan) atau iritasi yang terjadi pada jaringan ikat
yang berada pada sekitar persendian. Penyakit ini akibat posisi bahu yang
janggal seperti mengangkat bahu di atas kepala dan bekerja dalam waktu yang
lama.
Gambar 2.6 Posisi Kerja yang Berisiko Pada Bahu
(Sumber: NIOSH, 2007)
Tension Neck Syndrome. Gejala ini terjadi pada leher yang mengalami
ketegangan pada otot-ototnya disebabkan postur leher menengadah ke atas dalam
waktu yang lama. Sindroma ini mengakibatkan kekakuan pada otot leher, kejang
otot, dan rasa sakit yang menyebar ke bagian leher.

Cidera Pada Punggung dan Lutut
Di beberapa jenis pekerjaan, dibutuhkan pekerjaan lantai atau mengangkat beban yang menyebabkan postur punggung tidak netral. Posisi berlutut, membungkuk, atau jongkok bisa menyebabkan sakit pada punggung bagian bawah atau pada lutut, jika dilakukan dalam waktu yang lama dan kontinyu mengakibatkan masalah yang serius pada otot dan sendi (NIOSH, 2007). Menurut Ablett (2001) dalam Santoso (2004), terdapat 80% orang dewasa mengalami nyeri pada bagian tubuh belakang (back pain) karena berbagai sebab dan kejadian back pain ini mengakibatkan 40% orang tidak masuk kerja.
1. Low Back Pain.
Kondisi patologis yang mempengaruhi tulang, tendon, syaraf, ligamen, intervertebral disc dari lumbar spine (tulang belakang). Cidera pada punggung dikarenakan otot-otot tulang belakang mengalami peregangan jika postur punggung membungkuk. Diskus (discs) mengalami tekanan yang kuat dan menekan juga bagian dari tulang belakang termasuk syaraf. Apabila postur membungkuk ini berlangsung terus menerus, maka diskus akan melemah yang pada akhirnya menyebabkan putusnya diskus (disc rupture) atau biasa disebut herniation. Gejala yang dirasakan adalah Sakit di bagian tertentu yang dapat mengurangi tingkat pergerakan tulang belakang yang ditandai oleh kejang otot. Sakit daritingkat menengah sampai yang parah dan menjalar sampai ke kaki. Sulit berjalan normal dan pergerakan tulang belakang menjadi berkurang. Sakit ketika mengendarai mobil, batuk atau mengganti posisi.
 Faktor risiko yang dapat menimbulkan LBP adalah Pekerjaan manual yang berat, postur janggal, force/ gaya,beban objek,getaran, repetisi, dan ketidakpuasan terhadap pekerjaan. Pekerjaan yang berisiko antara lain Pekerja lapangan atau bukan lapangan, pelayan, operator,tekhnisian dan manajernya, profesional, sales, pekerjaan yang berhubungan dengan tulis-menulis dan pengetikan, supir truk, pekerjaan manual handling, penjahit dan perawat.

2. Penyakit musculoskeletal
Yang terdapat di bagian lutut berkaitan dengan tekanan pada cairan di antara tulang dan tendon. Tekanan yang berlangsung terus menerus akan mengakibatkan cairan tersebut (bursa) tertekan, membengkak, kaku, dan meradang atau biasa disebut bursitis. Tekanan dari luar ini juga menyebabkan tendon pada lutut meradang yang akhirnya menyebabkan sakit (tendinitis).



















1 komentar:

About